Perkembangan Profesi Akuntansi (peluang dan tantangan) |
Dosen : Hary Wachyuni Achmad R |
[klik disini] jika ingin langsung membaca tantangan
[klik disini] jika ingin langsung membaca peluang
Praktek akuntan di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung lama, yakni sejak zaman Hindia Belanda, tahun 1642. Akuntan-akuntan Belanda tersebut mendirikan perusahaan-perusahaan yang juga dimonopoli kaum penjajah, sampai abad ke-19. Sesudah Belanda terusir oleh masuknya tentara pendudukan Jepang, mulai dikenal kursus ajun akuntan di Jakarta oleh Departemen Keuangan, yang bisa dinikmati warga Indonesia.
Sesudah Indonesia merdeka, pembentukan Ikatan Akuntan Indonesia dirintis pada tahun 1957 oleh sejumlah akuntan lulusan pertama Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dan lulusan Belanda. Pada tahun-tahun inilah, pemerintah Indonesia melakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan milik Belanda. Dengan pulangnya akuntan-akuntan Belanda ke negerinya, peran para akuntan Indonesia pun semakin berkembang.
Perkembangan itu semakin pesat setelah diresmikannya kegiatan pasar modal, 10 Agustus 1977, yang menjadikan akuntansi keuangan sangat penting. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat pada awal periode Orde Baru, serta tumbuhnya berbagai perusahaan dan jenis usaha, peran akuntan Indonesia pun makin berkibar.
IAI sendiri sebagai organisasi juga berkembang pesat, dengan anggota sekitar 5.000 orang, terdiri dari akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pendidik, dan akuntan yang bekerja di sektor pemerintah. Jumlah anggota ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Keanggotaan IAI sebenarnya masih dapat ditingkatkan, karena jumlah akuntan Indonesia yang terdaftar dan memiliki register seluruhnya adalah 16.000 orang.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi, yang seiring dengan peningkatan peran akuntan Indonesia itu, sayangnya tidak berlanjut mulus karena hantaman krisis ekonomi, yang dampaknya masih terasa sampai sekarang. Bagaimanapun, krisis ini telah membuka mata kita tentang pengaruh globalisasi terhadap ekonomi Indonesia, selain membuktikan masih lemahnya fundamental ekonomi nasional selama ini.
Sebelum merumuskan peran dan kontribusi akuntan Indonesia, tentu kita harus memahami secara lebih spesifik, apa saja bentuk tantangan dan permasalahan yang dihadapi Indonesia dewasa ini, serta kaitannya dengan kondisi global. Pemahaman ini penting, karena peran dan kontribusi akuntan Indonesia --yang hendak dirumuskan tersebut-- bukanlah sesuatu yang diada-adakan, melainkan sesuatu yang diharapkan mampu diaktualisasikan, guna menjawab tantangan dan permasalahan secara proporsional.
Permasalahan yang dibahas pada tulisan ini akan lebih terfokus pada isu ekonomi, tanpa menafikan bahwa krisis yang menimpa Indonesia saat ini juga dipengaruhi faktor-faktor lain. Peran akuntan Indonesia di sini akan lebih ditekankan pada bidang ekonomi, yang memang relevan dengan kompetensinya.
Di bidang ekonomi, upaya mereformasi sistem ekonomi Indonesia belum menunjukkan hasil yang menggembirakan. Peran internasional melalui Dana Moneter Internasional (IMF), dalam pembenahan ekonomi Indonesia, sangat dominan. Namun berbagai langkah yang diusulkan IMF justru memperburuk kondisi ekonomi. Di sisi lain, begitu banyak kepentingan para elite politik dan ekonomi yang dikedepankan, sehingga menghasilkan langkah-langkah yang tidak konsisten dan tidak efektif dalam mereformasi ekonomi.
Baru akhir-akhir ini ekonomi Indonesia menunjukkan sedikit kecenderungan membaik. Pertumbuhan ekonomi mencapai 4,8 persen pada tahun 2000 dan 3,4 persen pada tahun 2001, jauh di atas perkiraan lembaga seperti IMF dan Bank Dunia, yang hanya memperkirakan pertumbuhan ekonomi kurang dari 2,5 persen. Pertumbuhan ini penting untuk menggerakkan kembali sektor riil yang mandeg lama akibat krisis. Geliat sektor riil, yang menjadi salah satu lahan bagi peranserta akuntan Indonesia, akan memberi sumbangan berarti bagi pemulihan ekonomi.
Meskipun ada sedikit tanda-tanda menggembirakan, perbankan nasional sayangnya belum pulih dari krisis dan belum menjalankan perannya secara normal sebagai lembaga intermediasi. Pertumbuhan kredit sangat kecil bahkan sebagian mengalami pertumbuhan minus. Kredit bermasalah (non performing loan – NPL) kembali membengkak, sehingga banyak bank yang didera kerugian dan modalnya kembali tergerus.
Penyebab utama belum pulihnya perbankan dari krisis adalah kondisi ekonomi makro yang belum mendukung. Suku bunga masih tinggi, rupiah belum stabil benar, laju inflasi masih tinggi, dan sebagian besar perusahaan belum direstrukturisasi utangnya.
Perkembangan profesi akuntan di Indonesia dapat dibagi dalam 2 periode yaitu:
1. Periode Kolonial
Selama
masa penjajahan kolonial Belanda yang menjadi anggota profesi akuntan
adalah akuntan-akuntan Belanda dan beberapa akuntan Indonesia. Pada
waktu itu pendidikan yang ada bagi rakyat pribumi adalah pendidikan tata
buku diberikan secara formal pada sekolah menengah atas sedangkan
secara non formal pendidikan akuntansi diberikan pada kursus tata buku
untuk memperoleh ijazah.
2. Periode Sesudah Kemerdekaan
Pembahasan mengenai perkembangan akuntan sesudah kemerdekaan di bagi ke dalam enam periode yaitu:
a. Periode I [sebelum tahun 1954]
Pada
periode I telah ada jasa pekerjaan akuntan yang bermanfaat bagi
masyarakat bisnis. Hal ini disebabkan oleh hubungan ekonomi yang makin
sulit, meruncingnya persaingan, dan naiknya pajak-pajak para pengusaha
sehingga makin sangat dirasakan kebutuhan akan penerangan serta nasehat
para ahli untuk mencapai perbaikan dalam sistem administrasi perusahaan.
Sudah tentu mereka hendak menggunakan jasa orang-orang yang ahli dalam
bidang akuntansi. Kebutuhan akan bantuan akuntan yang makin besar itu
menjadi alasan bagi khalayak umum yang tidak berpengetahuan dan
berpengalaman dalam lapangan akuntansi untuk bekerja sebagai akuntan.
Padahal,
pengetahuan yang dimiliki akuntan harus sederajat dengan syarat yang
ditetapkan oleh pemerintah dan juga mereka harus mengikuti pelajaran
pada perguruan tinggi negeri dengan hasil baik. Oleh karena itu,
pemerintah menetapkan peraturan dengan undang-undang untuk melindungi
ijazah akuntan agar pengusaha dan badan yang lain tidak tertipu oleh
pemakaian gelar “akuntan” yang tidak sah.
b. Periode II [tahun 1954 – 1973]
Setelah
adanya Undang-Undang No. 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan,
ternyata perkembangan profesi akuntan dan auditor di Indonesia berjalan
lamban karena perekonomian Indonesia pada saat itu kurang menguntungkan
namun perkembangan ekonomi mulai pesat pada saat dilakukan
nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda. Mengingat terbatasnya
tenaga akuntan dan ajun akuntan yang menjadi auditor pada waktu itu,
Direktorat Akuntan Negara meminta bantuan kantor akuntan publik untuk
melakukan audit atas nama Direktorat Akuntan Negara.
Perluasan pasar
profesi akuntan publik semakin bertambah yaitu pada saat pemerintah
mengeluarkan Undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman
Modal Dalam Negeri (PMND) tahun 1967/1968. Meskipun pada waktu itu para
pemodal “membawa” akuntan publik sendiri dari luar negeri kebutuhan
terhadap jasa akuntan publik dalam negeri tetap ada.
Profesi akuntan
publik mengalami perkembangan yang berarti sejak awal tahun 70-an dengan
adanya perluasan kredit-kredit perbankan kepada perusahaan. Bank-bank
ini mewajibkan nasabah yang akan menerima kredit dalam jumlah tertentu
untuk menyerahkan secara periodik laporan keuangan yang telah diperiksa
akuntan publik. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia
baru memerlukan jasa akuntan publik jika kreditur mewajibkan mereka
menyerahkan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik.
c. Periode III [tahun 1973 – 1979]
M.
Sutojo pada Konvensi Nasional Akuntansi I di Surabaya Desember 1989
menyampaikan hasil penelitiannya mengenai: Pengembangan Pengawasan
Profesi Akuntan Publik di Indonesia, bahwa profesi akuntan publik
ditandai dengan satu kemajuan besar yang dicapai Ikatan Akuntan
Indonesia dengan diterbitkannya buku Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI)
dan Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA) dalam kongres Ikatan Akuntan
Indonesia di Jakarta tanggal 30 November – 2 Desember 1973. Dengan
adanya prinsip dan norma ini, profesi akuntan publik telah maju
selangkah lagi karena memiliki standar kerja dalam menganalisa laporan
keuangan badan-badan usaha di Indonesia. Dalam kongres tersebut disahkan
pula Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga lengkaplah profesi akuntan
publik memiliki perangkatnya sebagai suatu profesi. Dengan kelengkapan
perangkat ini, pemerintah berharap profesi akuntan publik akan menjadi
lembaga penunjang yang handal dan dapat dipercaya bagi pasar modal dan
pasar uang di Indonesia.
Pada akhir tahun 1976 Presiden Republik
Indonesia dalam surat keputusannya nomor 52/1976, menetapkan pasar modal
yang pertama kali sejak memasuki masa Orde Baru. Dengan adanya pasar
modal di Indonesia, kebutuhan akan profesi akuntan publik meningkat
pesat. Keputusan ini jika dilihat dari segi ekonomi memang ditujukan
untuk pengumpulan modal dari masyarakat, tetapi tindakan ini juga
menunjukkan perhatian pemerintah yang begitu besar terhadap profesi
akuntan publik.
Menurut Katjep dalam “The Perception of Accountant
and Accounting Profession in Indonesia” yang dipertahankan tahun 1982 di
Texas, A&M University menyatakan bahwa profesi akuntan publik
dibutuhkan untuk mengaudit dan memberikan pendapat tanpa catatan
(unqualified opinion) pada laporan keuangan yang go public atau
memperdagangkan sahamnya di pasar modal.
Untuk lebih mengefektifkan
pengawasan terhadap akuntan publik, pada tanggal 1 Mei 1978 dibentuk
Seksi Akuntan Publik (IAI-SAP) yang bernaung di bawah IAI. Sampai
sekarang seksi yang ada di IAI, selain seksi akuntan publik, adalah
seksi akuntan manajemen dan seksi akuntan pendidik.
Sophar Lumban
Toruan pada tahun 1989 mengatakan bahwa pertambahan jumlah akuntan yang
berpraktek terus meningkat sehingga Direktorat Jenderal Pajak Departemen
Keuangan dengan IAI membuat pernyataan bersama yang mengatur hal-hal
berikut:
1) Kesepakatan untuk pemakaian PAI dan NPA sebagai suatu landasan objektif yang diterima oleh semua pihak.
2)
Kepada wajib pajak badan dianjurkan agar laporan keuangan diperiksa
terlebih dahulu oleh akuntan publik sebelum diserahkan kepada Kantor
Inspeksi Pajak (sekaran Kantor Pelayanan Pajak). Laporan tersebut akan
dipergunakan sebagai dasar penetapan pajak.
3) Kalau terjadi
penyimpangan etika profesi (professional conduct) oleh seorang akuntan
publik, akan dilaporkan oleh Direktur Jenderal Pajak kepada IAI untuk
diselidiki yang berguna dalam memutuskan pengenaan sanksi.
Kesepakatan
ini kemudian dikuatkan oleh Instruksi Presiden No. 6 tahun 1979 dan
Keputusan Menteri Keuangan No. 108/1979 tanggal 27 Maret 1979 yang
menggariskan bahwa laporan keuangan harus didasarkan pada pemeriksaan
akuntan publik dan mengikuti PAI. Maksud instruksi dan surat keputusan
tersebut adalah untuk merangsang wajib pajak menggunakan laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik, dengan memberikan
keringanan pembayaran pajak perseroan dan memperoleh pelayanan yang
lebih baik di bidang perpajakan. Keputusan ini dikenal dengan nama 27
Maret 1979. Ini merupakan keputusan yang penting dalam sejarah
perkembangan profesi akuntan publik dan sekaligus sebagai batu ujian
bagi akuntan publik dan masyarakat pemakainya.
d. Periode IV [tahun 1979 – 1983]
Periode
ini merupakan periode suram bagi profesi akuntan publik dalam
pelaksanaan paket 27 Maret. Tiga tahun setelah kemudahan diberikan
pemerintah masih ada akuntan publik tidak memanfaatkan maksud baik
pemerintah tersebut. Beberapa akuntan publik melakukan malpraktik yang
sangat merugikan penerimaan pajak yaitu dengan cara bekerjasama dengan
pihak manajemen perusahaan melakukan penggelapan pajak. Ada pula akuntan
publik yang tidak memeriksa kembali laporan keuangan yang diserahkan
oleh perusahaan atau opini akuntan tidak disertakan dalam laporan
keuangan yang diserahkan ke kantor inspeksi pajak.
e. Periode V [tahun 1983 – 1989]
Periode
ini dapat dilihat sebagai periode yang berisi upaya konsolidasi profesi
akuntan termasuk akuntan publik. PAI 1973 disempurnakan dalam tahun
1985, disusul dengan penyempurnaan NPA pada tahun 1985, dan
penyempurnaan kode etik dalam kongres ke V tahun 1986.
Setelah
melewati masa-masa suram, pemerintah perlu memberikan perlindungan
terhadap masyarakat pemakai jasa akuntan publik dan untuk mendukung
pertumbuhan profesi tersebut. Pada tahun 1986 pemerintah mengeluarkan
Keputusan Menteri Keuangan No. 763/KMK.001/1986 tentang Akuntan Publik.
Keputusan ini mengatur bidang pekerjaan akuntan publik, prosedur dan
persyaratan untuk memperoleh izin praktik akuntan publik dan pendirian
kantor akuntan publik beserta sanksi-sanksi yang dapat dijatuhkan kepada
kauntan publik yang melanggar persyaratan praktik akuntan publik.
Dengan
keputusan Menteri Keuangan tersebut dibuktikan pula sekali lagi
komitmen pemerintah yang konsisten kepada pengembangan profesi akuntan
publik yaitu dengan mendengar pendapat Ikatan profesi pada kongres ke VI
IAI antara lain mengenai: pengalaman kerja yang perlu dimiliki sebelum
praktik; keharusan akuntan publik fultimer (kecuali mengajar); izin
berlaku tanpa batas waktu; kewajiban pelaporan berkala (tahunan)
mengenai kegiatan praktik kepada pemberi izin; pembukaan cabang harus
memenuhi syarat tertentu; izin diberikan kepada individu bukan kepada
kantor; pencabutan izin perlu mendengar pendapat dewan kehormatan IAI;
pemohon harus anggota IAI; pengawasan yang lebih ketat kepada akuntan
asing.
Pada tahun 1988 diterbitkan petunjuk pelaksaan keputusan
Menteri Keuangan melalui Keputusan Direktur Jenderal Moneter No.
Kep.2894/M/1988 tanggal 21 Maret 1988. Suatu hal yang mendasar dari
keputusan tersebut adalah pembinaan para akuntan publik yang bertujuan:
1) Membantu perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia
2)
Memberikan masukan kepada IAI atau seksi akuntan publik mengenai
liputan yang dikehendaki Departemen Keuangan dalam program pendidikan
3)
Melaksanakan penataran bersama IAI atau IAI-seksi akuntan publik
mengenai hal-hal yang dianggap perlu diketahui publik (KAP), termasuk
mengenai manajemen KAP.
4) Mengusahakan agar staf KAP asing yang
diperbantukan di Indonesia untuk memberi penataran bagi KAP lainnya
melalui IAI atau IAI-Seksi Akuntan Publik dan membantu pelaksanaannya
5) Memantau laporan berkala kegiatan tahunan KAP
Sebelum
diterbitkan Keputusan Direktur Jenderal Moneter tersebut, pada tahun
1987 profesi akuntan publik telah mendapatkan tempat terhormat dan
strategis dari pemerintah yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No. 859/KMK.01/1987 tentang Emisi Efek
melalui Bursa yang telah menentukan bahwa:
1) Untuk melakukan emisi
efek, emiten harus memenuhi persyaratan, antara lain: mempunyai laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh akuntan publik/akuntan negara untuk
dua tahun buku terakhir secara berturut-turut dengan pernyataan pendapat
“wajar tanpa syarat” untuk tahun terakhir.
2) Laporan keuangan
emiten untuk dua tahun terakhir tersebut harus disusun sesuai dengan
PABU di Indonesia disertai dengan laporan akuntan publik/ akuntan
negara.
3) Jangka waktu antara laporan keuangan dan tanggal pemberian
izin emisi efek tidak boleh melebihi 180 hari. (M. Sutojo, 1989: 10)
f. Periode VI [tahun 1990 – sekarang]
Dalam
periode ini profesi akuntan publik terus berkembang seiring dengan
berkembangnya dunia usaha dan pasar modal di Indonesia. Walaupun
demikian, masih banyak kritikan-kritikan yang dilontarkan oleh para
usahawan dan akademisi.
Namun, keberadaan profesi akuntan tetap
diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi kepercayaan masyarakat. Di
samping adanya dukungan dari pemerintah, perkembangan profesi akuntan
publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh perkembangan ekonomi dan
kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik. Beberapa faktor
yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1) Tumbuhnya pasar modal
2) Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga keuangan baik bank maupun non-bank.
3)
Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak dalam rangka menegaskan peran
akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan perpajakan di Indonesia
4) Berkembangnya penanaman modal asing dan globalisasi kegiatan perekonomian
Pada
awal 1992 profesi akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh
pemerintah (Dirjen Pajak) untuk melakukan verifikasi pembayaran PPN dan
PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha kena pajak. Sejalan dengan
perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun 1979 di dalam
Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus
diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1) Makin banyaknya jenis dan jumlah informasi yang tersedia bagi masyarakat
2) Makin baiknya transportasi dan komunikasi
3) Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas hidup yang lebih baik
4) Tumbuhnya perusahaan-perusahaan multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan menimbulkan:
1)
Kebutuhan akan upaya memperluas peranan akuntan, ruang lingkup
pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak hanya meliputi
pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2) Kebutuhan
akan tenaga spesialisasi dalam profesi, makin besarnya tanggung jawab
dan ruang lingkup kegiatan klien, mengharuskan akuntan publik untuk
selalu menambah pengetahuan.
3) Kebutuhan akan standar teknis yang
makin tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi,
laporan keuangan akan menjadi makin beragam dan rumit.
Pendapat yang
dikemukakan Olson tersebut di atas cukup sesuai dan relevan dengan
fungsi akuntan yang pada dasarnya berhubungan dengan sistem informasi
akuntansi. Dari pemaparan yang telah dikemukakan, profesi akuntan
diharapkan dapat mengantisipasi keadaan untuk pengembangan profesi
akuntan di masa yang akan datang.
Tantangan Profesi Akuntan di Indonesia :
1.
Pada tahun 2011 nanti akan diadakan adopsi dan konvergensi strandar
akuntasi keuangan dari FASB oriented yang notabene American Business
Environment ke IFRS (International Financial Reporting Standars).
Standar ini lebih dahulu diadopsi di benua Eropa.
2. Harus
ditingkatkan dan dikembangkannya factor kepemimpinan untuk seorang
akuntan publik, baik akuntan manajemen ataupun auditor. Hal ini
dikarenakan banyaknya kejadian pencucian uang yang cukup menarik
perhatian publik.
3. Kendala dalam penguasaan bahasa asing.
4. Kurangnya fee dan kompensasi yang diberikan oleh kantor akuntar publik kepada akuntan publik.
|
Peluang Profesi Akuntan di Indonesia :
1.
Peluang profesi akuntansi sangat besar. Akuntan dapat bekerja disemua
sector perekonomian, apalagi bagi mereka yang menguasai IFRS dengan
baik.
2. Terbukanya kesempatan bagi akuntan untuk berprofesi sebagai Akuntan Publik
3. Pertumbuhan Akuntan Publik relative lambat.
4.
Struktur usia Akuntan Publik sekarang yang lebih dari 50 tahun sebanyak
64%, sehingga kemungkinan terjadi penurunan Akuntan Publik secara
signifikan dalam 5 atau 10 tahun ke depan.
5. Kebutuhan jasa Akuntan Publik semakin meningkat
6.
Penerapan IFRS (International Financial Reporting Strandard dan ISA
(International Strandard on Auditing) di Indonesia pada tahun 2011-2012,
merupakan peluang dan tantangan bagi profesi Akuntan dan Akuntan
Publik.
|