Ada anggapan bahwa akuntansi konvensional (akuntansi yang berlaku
saat ini) dinilai bisa mencegah paraktik korupsi. Apakah mitos ini
benar? Tulisan ini akan mencoba membahasanya. Akuntansi memang memiliki
akar kata yang sama dengan “accountability” pertanggungjawaban sehingga
akuntansi dinilai bisa membantu proses pertanggungjawaban
“agent/manajemen/pelaksana” kepada “principal/pemilik/ konstituen”
melalui sistem pencatatan dan pelaporan yang dimilikinya. Bahkan dalam
praktik “good governance” yang saat ini populer salah satu prinsipnya
adalah “transparancy” dalam hal sistem pelaporan yang dinilai diperankan
oleh akuntansi. Tapi apakah mitos ini benar? Kenapa selama ini
akuntansi kita sudah dapat dikatakan maju namun praktik korupsi bukan
saja di Indonesia tetapi juga dari sumbernya akuntansi seperti Amerika,
akuntansi konvensional justru masih juga menimbulkan praktik korupsi
dengan berbagai skandal baru yang semakin canggih? Lihat misalnya kasus
Enron dan kasus lain yang memiliki skala yang hampir sama masih terjadi
dan telah meruntuhkah top 1 kantor akuntan dunia? Mengapa hal ini
terjadi?
Memang dalam sejarah awalnya akuntansi ini banyak menekankan pada aspek pertanggungjawaban atau “accountability” namun dalam perkembangannya akuntansi menjadi lebih condong kepada sistem informasi untuk menjadi dasar dalam proses pengambilan keputusan atau “decision making process”. Dalam praktik bisnis saat ini fungsi utama akuntansi adalah untuk menjadi dasar dalam proses pengambilan keputusan oleh masyarakat terutama dalam hal kegiatan investasi, kredit, dan penilaian kinerja perusahaan dan manajemen. Situasai ini membuat akuntansi lepas jangkar dari sifat awalnya sebagai sistem “accountability” ke “decision making”. Sehingga riset, pengembangan desain akuntansi termasuk dalam penyusunan teori, konsep, standar dan tekniknya semua diarahkan kepada bagaimana produk akuntansi melayani kepentingan para pengambil keputusan tadi. Aspek pertanggungjawaban terlalaikan. Bagaimana proses ini berjalan?
Memang dalam sejarah awalnya akuntansi ini banyak menekankan pada aspek pertanggungjawaban atau “accountability” namun dalam perkembangannya akuntansi menjadi lebih condong kepada sistem informasi untuk menjadi dasar dalam proses pengambilan keputusan atau “decision making process”. Dalam praktik bisnis saat ini fungsi utama akuntansi adalah untuk menjadi dasar dalam proses pengambilan keputusan oleh masyarakat terutama dalam hal kegiatan investasi, kredit, dan penilaian kinerja perusahaan dan manajemen. Situasai ini membuat akuntansi lepas jangkar dari sifat awalnya sebagai sistem “accountability” ke “decision making”. Sehingga riset, pengembangan desain akuntansi termasuk dalam penyusunan teori, konsep, standar dan tekniknya semua diarahkan kepada bagaimana produk akuntansi melayani kepentingan para pengambil keputusan tadi. Aspek pertanggungjawaban terlalaikan. Bagaimana proses ini berjalan?
Sistem kapitalisme sebagai induk dari praktik akuntansi konvensional
atau bisa juga disebut akuntansi kapitalis didasarkan kepada filosofi
individualisme, rasionalisme dan persaingan antar berbagai pihak untuk
memenangkan proses pengumpulan kekayaan. Semua pihak yang terlibat dalam
masyarakat didorong untuk bisa maju, berhasil dalam pengumpulan
kekayaan dengan dorongan nafsu individunya. Proses itu harus dijalankan
sesuai dengan pertimbangan rasional dalam dunia persaingan yang diatur
dengan tatacara yang sudah ada. Salah satu institusi yang dipakai dalam
proses ini adalah lembaga bisnis, perusahaan atau korporasi yang semakin
lama semakin kuat, semakin besar, menggurita dan bahkan sudah menguasai
dunia melalui jaringan MNC (multi national corporation). Proses
pembesaran peran MNC atau korporasi ini tidak bisa lepas dari peran
akuntansi yang meberikan informasi tentang suatu entitas yang dijadikan
dasar oleh pemilik modal untuk memberikan dananya untuk dilola oleh
perusahaan tersebut melalui “pasar uang dan pasar modal”. Bagaimana
akuntansi ini berfungsi dipasar modal?
Dalam dunia pasar modal dikenal fenomena “efficient market hypothesis
atau EMH” fenomena ini berarti bahwa praktik di pasar modal itu
bergerak sesuai dengan pergerakan arus informasi artinya investor akan
mau melakukan transaksi jika informasi yang tersedia yang dikeluarkan
oleh perusahaan yang mengeluarkan sahamnya disana memberikan signal
“berita baik”. Dengan signal ini maka investor akan membeli saham yang
dinilai memberikan ekspektasi positif dalam hal memberikan return
(berupa dividend an kenaikan harga saham) dimasa yang akan datang dengan
bermodal kinerja sekarang. Signal yang baik umumnya diukur oleh
informasi laba perusahaan yang digambarkan oleh laporan Laba Rugi.
Situasi ini menimbulkan perhatian dan konsentrasi semua pihak pelaku
pasar modal mengarah kepada angka laba rugi ini. Mereka yang ingin
meraih keuntungan dipasar modal berupaya mencipatakan laba rugi yang
baik karena ini merupakan signal yang dikirim ke pasar modal untuk
memancing pemodal membeli saham perusahaan dan dengan keadaan ini akan
menimbulkan keuntungan bagi stockholdersnya. Situasi inilah yang
menimbulkan praktik yang dikenal saat ini disebut “creative accounting”,
cosmetic accounting, lipstick accounting, income smoothing, cooked book
dan sebagainya. Paraktik yang paling mudah adalah creative accounting
ini dibandingkan dengan peningkatan kinerja real perusahaan melalui
kegiatan produksi dan penjualan.
Praktik diatas itu semakin didukung oleh pihak lain yang ikut
nimbrung menikmati keuntungan akibat keuntungan kenaikan harga saham
tadi yaitu akuntan, konsultan, analis, akuntan independent, dan
manajemen. Semua pihak memiliki kepentingan yang sama yaitu mencari
kekayaan yang sebesar besarnya sesuai filosofi kapitalisme yang tidak
memiliki “moral value” didalamnya. Akuntan akan menyajikan laporan
keuangan, analisa, konsultan memberikan pertimbangan yang sesuai dengan
kepentingannya, manajemen akan menerima keuntungan berupa bonus dan
pendapatan lainnya. Kolusi rapi ini akan meruntuhkan kepercayaan
masyarakat di pasar modal dan kerjasama seperti inilah yang terjadi
dalam kasus Enron corporation yang hampir menjatuhkan eksistensi pasar
modal. Dari kasus ini dapat disimpulkan arah akuntansi yang terlalu jauh
berlari pada pendulum decision making ternyata menimbulkan dampak
negative bagi masyarakat sehingga tidak bisa diharapkan dalam
memberantas korupsi. Akuntansi yang lepas dari akarnya sebagai alat
pertanggungjawaban menjadi liar dan bahkan memakan mangsanya yang
akhirnya merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam akuntansi komersial di Indonesia hal ini juga terjadi baik di
apsar modal mau\pun dalam proses di perbankan dalam hal pemberian
kredit atau di perpajakan dalam penentuan kewajiban pajak. Dalam bidang
pemerintahan ternyata pemerintah selama ini kurang memanfaatkan kekuatan
akuntansi double entry. Namun muncul harapan jika nantinya Akuntansi
pemerintahan yang sedang ditangan Presiden ditandatangani menjadi sistem
akuntansi pemerintahan yang akan dipakai dalam pelaporan
pertanggungjawaban institusi Negara bukan hanya untuk pengambilan
keputusan.
source : http://sofyan.syafri.com/2009/11/13/akuntansi-dan-pemberantasan-korupsi/